kaltengonline.com – Seolah sudah menjadi suatu keniscayaan, ketika memasuki musim hujan, bencana banjir marak terjadi di berbagai wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng). Akhir-akhir ini, sebagian kecil wilayah Kalteng sudah mulai digenangi banjir. Melihat fenomena yang terjadi saban tahun itu, sejumlah pihak pun gerah. Solusi jangka panjang mengatasi persoalan banjir itu dinilai perlu segera dicari.
Akademisi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta, Siti Maimunah SHut MP menjelaskan, bencana banjir yang terjadi di Kalteng disebabkan tiga faktor. Yakni maraknya fenomena penambangan emas di sungai, pembuangan sampah di sungai, dan masifnya kegiatan yang menyebabkan penggundulan hutan atau deforestasi.
“Deforestasi memang jadi penyebab utama bencana banjir, yang kemudian diperparah dengan penambangan di area sungai,” ungkap akademisi yang pernah menjabat Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR) itu kepada Kalteng Pos, Selasa (12/11).
Karena itu, Maimunah mengimbau agar penebangan pohon di sekitar daerah aliran sungai (DAS) dan hulu sungai dengan radius 100 meter harus dihentikan.
“Budayakanlah memilah sampah organik umtuk dijadikan kompos, anorganik didaur ulang, jangan membuang sampah ke sungai, dan setop penambangan di badan air seperti sungai,” katanya.
Menurut Maimunah, kebijakan normalisasi sungai yang selama ini sering digaungkan pemerintah tidak bisa dijadikan solusi utama atas banjir yang terjadi. Solusi utama adalah dengan mencegah terjadinya deforestasi.
“Perlu pengawasan lebih melalui pemda dan KPH terhadap penggundulan lahan, butuh sekali ketegasan pemerintah dan penegak hukum dalam mengungkap kasus deforestasi, alih fungsi lahan, dan menjaga sungai,” tandasnya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kalteng H Nuryakin mengatakan, bencana banjir yang selama ini terjadi di Kalteng juga dipengaruhi oleh kondisi daerah resapan air. Kualitas daerah resapan air sangat dipengaruhi oleh kondisi hutan. Karena itu, penanganannya perlu dilakukan di daerah hulu.
“Kondisi di daerah hulu sana harus dipastikan tidak ada penebangan, penambangan liar, dan tidak terjadi pendangkalan,” ucapnya kepada Kalteng Pos, Selasa (12/12).
Terkait solusi yang bisa dicanangkan untuk menyikapi fenomena tersebut, Nuryakin menyebut, pada beberapa daerah khususnya di DAS Barito, perlu ada bendungan atau pengerukan sungai. Untuk itu perlu ada sinergi dengan pihak pemerintah kabupaten dalam membuat keputusan terkait langkah yang akan diambil dari dua opsi tersebut.
“Sementara ini kami menunggu laporan dari pihak pemerintah kota. Bisa dengan normalisasi, tetapi itu tugasnya Balai Wilayah Sungai (BWS), karena ada wilayah-wilayah sungai yang jadi tanggung jawab kementerian, maka dari itu perlu koordinasi lebih lanjut,” jelasnya.
Nuryakin mengatakan, solusi jangka panjang untuk mengatasi bencana banjir di Kalteng sudah dibahas di tingkat pusat, dalam hal ini melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerena menjadi kewenangan lintas sektor. Normalisasi sungai juga termasuk dalam upaya jangka panjang mengatasi persoalan banjir di Kalteng.
“Kami sudah meminta bantuan kemarin, Pak Danrem sudah meminta untuk berkoordinasi dengan BNPB, karena perlu bantuan dari pemerintah pusat untuk penanganan jangka panjang,” tuturnya. (dan/ce/ala/ko)