Kaltengonline.com – Penyelesaian konflik agraria harus menjadi perhatian serius pada 2024 mendatang, jangan sampai konflik serupa pecah hingga menelan korban jiwa seperti yang terjadi sepanjang 2023 ini. Sekelompok aktivis menyoroti konflik agraria di Bumi Tambun Bungai, meminta pemerintah focus pemerhatikan permasalahan agraria ini.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya 2023 mencatat, sepanjang tahun ini, tercatat ada 13 kasus konflik agraria di Provinsi Kalteng yang tersebar di delapan kabupaten 13 konflik agraria itu terdiri dari 12 kasus konflik antara warga dengan perusahaan perkebunan dan satu konflik antara warga dengan perusahaan pertambangan. Total luasan lahan yang berkonflik itu adalah 6.501,42 hektare (ha).
Direktur LBH Palangka Raya, Aryo Nugroho Waluyo mengungkapkan, konflik yang terjadi itu berujung pada kriminalisasi sejumlah warga sampai dengan munculnya korban jiwa. Delapan kabupaten yang dimaksud adalah Kotawaringin Barat, Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan, Barito Selatan, Kapuas, Pulang Pisau, dan Sukamara.
“Dari konflik tersebut, ada satu orang yang meninggal dunia, sementara ada puluhan orang dikriminalisasi,” jelas Aryo kepada Kalteng Pos, Jumat (22/12).
Aryo menjelaskan, sepanjang tahun 2023, tercatat ada 27 Warga Kalteng mendapatkan kriminalisasi saat mereka sedang memperhatikan ataupun memperjuangkan haknya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. 20 di antaranya adalah warga Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, yang ditangkap dan ditahan tanpa surat menyurat dari pihak Kepolisian, lalu dibebaskan karena ada jaminan dari Ketua DAD Provinsi Kalteng.
“Warga Desa Bangkal ditangkap dan ditahan karena sedang menuntut realisasi 20 persen kebun kemitraan dan 1.175 hektare lahan sawit di luar izin HGU kepada PT HMBP,” ucapnya.