DPRD Ingatkan Masalah Plasma dan Konflik Lahan
PALANGKA RAYA, Kaltengonline.com – Perkebunan kelapa sawit masih menjadi motor penggerak utama perekonomian Kalimantan Tengah. Namun, di balik kontribusinya yang besar terhadap lapangan kerja, infrastruktur, dan pendapatan daerah, sektor ini juga menyisakan persoalan yang perlu segera ditangani agar tidak menimbulkan ketimpangan sosial di masyarakat.
Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Hj Siti Nafsiah menegaskan sawit telah menjadi tulang punggung ekonomi provinsi ini. “Lebih dari sepertiga warga Kalteng menggantungkan hidup dari perkebunan kelapa sawit. Sumbangannya sangat besar, tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa ada sejumlah masalah yang harus dibenahi,” ucapnya, Kamis (18/9).
Menurutnya, salah satu isu paling mencuat adalah belum maksimalnya pelaksanaan kemitraan plasma. Banyak pekebun rakyat, kata Siti Nafsiah, merasa belum memperoleh manfaat sepadan, baik dari segi pembagian hasil, pendampingan teknis, maupun akses teknologi dari perusahaan besar swasta (PBS).
“Persoalan plasma ini sudah lama menjadi keluhan masyarakat. Mereka berharap ada keadilan, bukan hanya janji,” tegasnya.
Selain itu, konfl ik lahan antara masyarakat adat, petani lokal, dan PBS masih sering terjadi. Ketiadaan kepastian hukum atas pengelolaan tanah membuat sengketa berkepanjangan, yang pada gilirannya menimbulkan keresahan sosial di berbagai daerah.
Tak hanya itu, maraknya pencurian tandan buah segar (TBS) di perkebunan juga mendapat sorotan. Menurut Siti Nafsiah, fenomena tersebut tak bisa dilihat sematamata sebagai tindak kriminal.
“Pencurian TBS ini muncul karena ada tekanan ekonomi. Ketimpangan kesejahteraan, terbatasnya lapangan kerja, dan minimnya pemberdayaan membuat sebagian warga terpaksa melakukan itu. Maka solusinya tidak cukup dengan penindakan, tapi juga pemberdayaan,” jelasnya.
Ia mendorong agar perusahaan lebih serius menjalankan program tanggung jawab sosial (CSR) yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, sekaligus membuka peluang usaha mandiri di sekitar perkebunan.
Ke depan, lanjutnya, pemerintah perlu memperkuat program peremajaan sawit rakyat (PSR), memberi akses pembiayaan yang ringan, serta membekali petani dengan teknologi modern. Hilirisasi juga harus digenjot agar produk sawit tidak hanya dijual mentah, tetapi diolah menjadi biodiesel, kosmetik, hingga pangan olahan yang memberi nilai tambah sekaligus membuka lapangan kerja baru. (ovi/ans/ko)