Gelar Ritual Adat, Berharap Bisa Menangkis Petaka

by
by
RITUAL ADAT: Tokoh adat dan masyarakat menggelar ritual di jembatan layang Bukit Rawi, Desa Penda Barania, Kecamatan Kahayan Tengah, Jumat (16/9).

Jembatan Layang Bukit Rawi, Belum Sebulan Tiga Kecelakaan

Belum genap 20 hari masa uji coba, telah terjadi tiga kecelakaan di jembatan layang Bukit Rawi. Satu korban meninggal dunia. Melihat kondisi ini, tokoh adat setempat berinisiatif menggelar ritual adat Dayak. Berharap tidak terjadi lagi kecelakaan di atas jembatan dengan panjang kurang lebih 3 kilometer itu.

AKHMAD DANI, Pulang Pisau

DIBUKANYA jembatan layang Bukit Rawi di Desa Penda Barania, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) sejatinya menjadi angin segar bagi masyarakat.

Sayangnya, belum genap 20 hari masa uji coba, di jembatan yang dibangun untuk mengantisipasi kemacetan lalu lintas saat terjadi banjir, malah terjadi beberapa kali kecelakaan, bahkan hingga menelan korban jiwa. Inilah yang mendorong masyarakat sekitar mengadakan ritual adat, dengan harapan tidak terjadi banyak kecelakaan ke depannya.

Camat Kahayan Tengah Siswo menuturkan, sejak jembatan itu dibuka untuk uji coba, terhitung sudah terjadi tiga kecelakaan lalu lintas. “Yang sampai menelan korban jiwa itu ketika jembatan belum dibolehkan untuk dilalui, jadi ceritanya korban menerobos,” tuturnya.

Ritual adat yang dilakukan pihak Kecamatan Kahayan Tengah bersama para pemangku adat setempat pada Jumat (16/9) merupakan permintaan warga yang tinggal di wilayah sekitar jembatan layang. Ritual ini dinamakan mamapas atau menyapu/membersihkan. Dipimpin tetua adat setempat.

Ada sejumlah makanan yang diletakkan di jembatan layang. Di dalam sesajen yang berbentuk persegi dengan beberapa kain kuning yang terpancang di belakangnya itu, terdapat satu kepala babi putih, tiga jenis ayam, beras, dan kopi hitam. 

Titik awal proses permohonan kepada bue–sebutan oleh masyarakat untuk penghuni wilayah setempat, berada di lokasi itu. Selanjutnya ritual dilanjutkan dengan penancapan kain kuning di area sebelum dan sesudah jembatan layang. Usai penancapan bendera pada kedua ujung jembatan, puncak ritual kembali titik awal. Di situ terjadi komunikasi antara bue dengan masyarakat yang menyaksikan ritual, melalui perantara salah satu pemangku adat.

Damang setempat, Adrian menjelaskan, pada Rabu malam (14/9) pihaknya mencoba berkomunikasi dengan penghuni jembatan layang untuk meminta petunjuk. “Saat itu kami diberi petunjuk, mereka minta babi putih dengan ayam berwarna merah dan putih,” ucapnya.

Permintaan tersebut pun dipenuhi. Sebagai balasan, pihaknya menyampaikan permintaan agar siapa saja yang melalui jembatan tersebut tidak mendapat celaka dan dilindungi dari bahaya. Dikatakan Adrian, ritual ini dilakukan agar mahkluk gaib penghuni setempat tidak merasa terganggu dengan adanya jembatan layang yang dibangun di wilayah mereka.

“Mereka merasa terrganggu dengan keberadaan jalan layang karena dibangun di wilayah mereka, kendaraan lalu-lalang tiap hari, agar tidak terjadi kecelakaan lagi, kita memberi tanda bendera kuning dari ujung ke ujung jalan, supaya mereka tahu ini jalur manusia,” jelasnya.

Adrian mengatakan, ritual ini dipersiapkan selama satu hari, bergotong royong dengan masyarakat setempat. Bobo Herdiansyah selaku salah satu pemangku adat yang juga menjadi perantara komunikasi dengan penunggu wilayah tersebut mengatakan, pihaknya menjalankan ritual ini sesuai dengan adat Dayak Ngaju.

Melalui ritual ini pihaknya memohon maaf kepada penghuni setempat, sekaligus meminta agar tidak lagi mengganggu siapa pun yang melintas di jalan layang tersebut. Ritual yang dilaksanakan pun sesuai dengan adat istiadat setempat.

“Kami menginginkan hal-hal yang baik, supaya tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan,” ucapnya.

Kendati telah melakukan ritual agar penghuni tempat itu mengizinkan masyarakat untuk bebas berlalu-lalang di jalan layang itu tanpa diganggu, tokoh adat yang sudah malang melintang dalam urusan ritual terkait makhluk gaib itu tetap mengimbau kepada masyarakat agar selalu berhati-hati ketika melintasi jembatan laying Bukit Rawi.

“Saya meminta dari adat budaya kami di daerah Kahayan tengah ini sesuai dengan aturan jembatan, kurangi kecepatan dan jangan sampai lalai dalam berkendara, seperti menggunakan ponsel sambul berkendara dan lainnya, perhatikan garis tengah pada badan jalan, jangan sembarang menyalip,” tandasnya. (*/ce/ala/ko)

Leave a Reply