kaltengonline.com-Bupati Sukamara, Windu Subagio menghadiri Rapat Paripurna ke-2 masa persidangan ll tahun sidang 2023, dalam rangka penyampaian pidato pengantar sembilan buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sukamara.
Dalam kesempatan itu, Windu menyatakan, terhadap sembilan buah Raperda yang pihaknya sampaikan telah dilakukan pembahasan oleh tim pembahas rancangan peraturan daerah.
“Dari sembilan raperda tersebut di antaranya adalah raperda tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Kabupaten Sukamara,” ujar Windu, Selasa (10/1).
Diutarakan Windu, masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang masih dianggap tradisional, bahkan kadangkala dianggap sebagai masyarakat tertinggal. Padahal tidak demikian adanya. Masyarakat hukum adat pun memiliki berbagai macam kearipan lokal dalam tatanan masyarakatnya sendiri. Dimana kearipan lokalnya masih terpelihara dah dipatuhi sebagai kaidah hukum yang mengikat masyarakat hukum adat itu sendiri.
Selanjutnya, ungkap Windu, adalah Raperda tentang perubahan bentuk perseroan terbatas Bank Perkreditan Rakyat Artha Sukma, menjadi perseroan terbatas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Artha Sukma. Bahwa dalam rangka mendukung stabilitas perekonomian nasional dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Sukamara, maka bank pembiayaan rakyat syariah yang menjangkau masyarakat luas mutlak diperlukan keberadaannya.
“Keberadaan bank pembiayaan rakyat syariah bertujuan untuk memberikan pelayanan perbankan secara cepat, mudah dan sederhana kepada masyarakat khususnya pengusaha menengah, kecil dan mikro baik di perdesaan maupun perkotaan, yang selama ini belum terjangkau oleh layanan bank umum sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,” jelasnya.
Berikutnya dijelaskan Windu, Raperda tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Sukamara Nomor 9 tahun 2017, tentang Pembentukkan Produk Hukum Desa. Raperda ini merupakan upaya perbaikan terhadap substansi yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukamara, Nomor 9 tahun 2017 tentang Pembentukan Produk Hukum Desa.
Hal ini, lanjut dia, sebagai landasan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, peraturan perundangundangan pada tingkat desa. Baik berupa peraturan desa (Perdes), peraturan kepala desa (Perkades), peraturan bersama kepala desa desa (PB Kades), keputusan kepala desa, peraturan BPD dan keputusan BPD harus disusun dengan baik.
Kemudian sesuai dengan kaidah- kaidah hukum dan teknik penyusunan peraturan perundangundangan, sehingga dapat memberikan kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum.
Ditambahkan bupati, untuk membentuk peraturan perundangundangan yang baik, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan asas, tata cara penyiapan dan pembahasan maupun pemberlakuannya.
“Peraturan daerah ini untuk memberikan kepastian hukum mengenai prosedur dan teknik penyusunan yang harus taati dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di desa, serta dilaksanakan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan,” tandasnya. (nhz/ko)