MILIKI MOSAIK LANGKA,HANYA ADA TIGA DI DUNIA

by
by
ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

kaltengonline.com –  Gereja Imanuel GKE Mando­mai sudah berumur 146 tahun. Banyak benda berharga dan langka masih tersimpan rapi di tempat ibadah umat Kristen itu. Di antaranya adalah tiga mosaik yang masing-masing menggam­barkan sejarah kelahiran, kema­tian, dan kebangkitan Yesus.

Mosaik-mosaik tersebut merupakan peninggalan paling berharga bagi Gereja Imanuel. Sampai saat ini hanya ada tiga gereja di dunia yang menggu­nakan mosaik itu. Berdasarkan penuturan tokoh masyarakat setempat, Uhing Mihing, tiga jendela kaca dengan gambar mosaik itu dibuat tahun 1910 oleh perusahaan pelukisan kaca bernama Glass Malerai F Mueller di Quedlinburg, Jerman.

 Mosaik itu diterima di Mandomai pada tahun 1925.

“Gambar mosaik tentang kelahiran Yesus dipasang di sebelah kiri menggantikan tempat tulisan kesepuluh hukum taurat, gambar Yesus disalibkan dipasang di tengah menggantikan jendela setengah lingkaran ventilasi cahaya, sedangkan mosaik tentang kelahiran Yesus dipasang di bagian kanan menggantikan tulisan pengakuan iman Kristen,” kata Uhing ke­pada Kalteng Pos, Minggu (11/12).

Pria berusia 72 tahun itu menunjuk satu per satu mosaik. Dikatakannya, mosaik-mosaik tersebut telah berumur 112 tahun. Hanya ada tiga gereja di du­nia yang memiliki mosaik serupa.

“Ketiga tempat itu terpen­car, ada yang di Ceko Eropa Timur, Brasil Amerika Latin, dan di sini (Mandomai, red),” ungkapnya.

Selain mosaik, juga ada harmonium atau orgel, terompet, mimbar, dan bangku. Harmonium/orgel, terang Uhing, meru­pakan peralatan penting dalam beribadah tiap hari Minggu. Digunakan untuk mengiringi nyanyian dalam ibadah. Harmonium dalam gereja ini sudah beberapa kali diganti.

Awalnya menggunakan harmonium dari Zending Bermen sekitar tahun 1915. Kemudian harmonium itu rusak tahun 1959. Harmo­nium kedua yang digu­nakan di gereja ini adalah pemberian dari misionaris A Reiser (Guru Sekolah Alkitab) di Mandomai. Karena cukup sulit mem­bawa pulang harmonium itu ke Eropa, Reiser memu­tuskan untuk menyerahkan kepada jemaat GKE Man­domai sebagai kenang-kenangan. Harmonium itu pun digunakan untuk keperluan ibadah hingga akhirnya rusak tahun 2000. Pada tahun yang sama, jemaat gereja di Jerman menyumbangkan sebuah orgel listrik senilai Rp12 juta rupiah. Sayangnya orgel tersebut tak lama digu­nakan karena mengalami kerusakan. Menurut Uhing, kurang lebih ada 20 orang pemain orgel sejak tahun 1915 hingga 2016.

“Orgel yang ada sekarang ini merupakan sumbangan dari panitia Natal warga Mandomai di Palangka Raya,” ujarnya.

Kelengkapan lain yang juga digunakan untuk keperluan ibadah adalah seperangkat alat musik terompet. Alat ini sudah ada di Gereja Imanuel sejak tahun 1895 hingga 1900. Saat ini hanya tersisa satu dan disimpan secara baik sebagai benda bersejarah gereja ini. Terompet terse­but merupakan pemberian orang-orang Kristen di Eropa melalui Zending Ber­men.

Dikatakan Uhing, dahulu ada 13 terompet. 12 meru­pakan pemberian orang-orang Kristen di Eropa dan 1 terompet lagi dibeli oleh anak jemaat Gereja Man­domai.

Terdapat mimbar yang menjadi benda bersejarah milik Gereja Imanuel Man­domai. Mimbar merupakan kelengkapan gedung gereja. Sampai sekarang ini mim­bar yang dibuat tahun 1930 menggunakan bahan baku kayu bawang tersebut ma­sih terawat dan digunakan untuk ibadah. Ada pula altar/mazbah yang dibuat bersamaan dengan mim­bar. Namun kondisinya saat ini sudah lapuk.

“Sudah diganti dengan yang baru dari bahan kayu alau, dibuat tahun 2001 oleh Menteng A Talie yang merupakan anak jemaat Gereja Mandomai,” jelas­nya.

Alat kelengkapan ge­reja lainnya yang sudah berumur dan masih aktif digunakan adalah lonceng gereja. Lonceng atau genta gedung Gereja Imanuel GKE Mandomai itu telah ada sejak 1876. Lonceng itu merupakan sumbangan dari anak-anak jemaat di Barmen, Jerman dan seki­tarnya pada tahun 1876.

“Jadi keberadaan lonceng ini, usia lonceng ini sama dengan gedung Gereja Imanuel Mandomai,” ucap­nya.

Selain itu, ada bangku panjang tempat duduk je­maat yang juga merupakan bangku pertama di gereja tersebut. Bentuknya masih sangat sederhana. Hanya memaku antara satu kayu dengan kayu yang lainnya hingga membentuk benda yang dapat diduduki. Uhing menuturkan, menjelang acara penahbisan gedung Gereja Mandomai pada 3 Desember 1876, secara gotong-royong anak jemaat membuat 36 bangku untuk digunakan sementara di gereja. Sampai saat ini ada beberapa bangku yang masih eksis, tapi diletak­kan di bagian balkon gereja sebagai kenang-kenangan peninggalan awal berdirin­ya gereja. (dan/ce/ala/ko)

Leave a Reply