Kalteng Pos menemui Kepala Desa Pilang, Rusdi. Dia mengaku optimistis terhadap proyek food estate ini, meski terdapat kekurangan di mana-mana. Sebagian besar masyarakat Desa Pilang ,sejauh ini menggarap sawah dengan menerapkan prinsip trial and error pada jenis tanaman yang ditanam di lahan masing-masing.
Ini merupakan akibat tidak adanya edukasi kepada para petani mengenai cara mengelola lahan dengan bersawah, karena sebelumnya mereka terbiasa berladang. Hal ini menuntut mereka untuk mempelajari sistem baru, dari berladang ke bersawah.
Sejak tahun 2021, usai lahan food estate telah teralokasi untuk digarap, Rusdi mengatakan, sampai sekarang masyarakatnya masih kebingungan dalam menentukan bibit yang cocok digunakan atau sesuai dengan kondisi lahan. “Mereka sudah pernah dikasih bibit unggul, tapi tidak cocok dengan kondisi tanah di sini. Coba saja kalau yang diberikan adalah bibit yang sesuai dengan kondisi tanah di sini, pasti sudah berkembang sawah-sawah mereka,” ungkapnya.
Terkait luas area pertanian juga masih simpang siur. Data dari pihak TNI, sebut Rusdi, berbeda dengan data dari dinas terkait. Menurut TNI, lahan perluasan adalah 118 hektare, sedangkan dinas menyebut 116 hektare. “Masyarakat sendiri belum punya alat untuk mengukur, jadi tidak bisa kami pastikan,” tuturnya.
Diakui Rusdi, Pemkab Pulang Pisau dalam hal ini dinas pertanian rutin melakukan pengecekan dan monitoring terkait perkembangan penanaman pada lahan warga. Mereka akan memberikan saran dan masukan kepada petani untuk menanam dengan bibit-bibit tertentu. “Namun bibit-bibit itu malah tidak sesuai dengan kondisi lahan. Seharusnya mereka (dinas pertanian, red) melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam menggarap lahan, daripada hanya pulang pergi untuk meninjau saja,” tuturnya.
Rusdi meyakini lahan sawah food estate akan berhasil dikembangkan oleh masyarakat jika saja pemerintah mau memberikan pendampingan intens dan memberikan alat-alat penunjang kepada para petani. Mengingat antusiasme masyarakat dalam menggarap lahan sangatlah tinggi. “Saat ini mereka sedang berlomba-lomba menggarap lahan dengan cara tradisional. Walaupun tingkat keberhasilannya rendah, tapi mereka senang dengan cara itu, jadi perlu pembekalan kepada mereka agar bisa mendapatkan hasil yang optimal nanti,” sebutnya. (dan/ce/ram)