Banjir Lebih Satu Meter, Ribuan Jiwa Mengungsi

oleh
oleh
MONITORING: Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin, Kapolresta Kombes Pol Budi Santosa, dan relawan meninjau lokasi banjir di kawasan Jalan Anoi, Rabu (23/11).

kaltengonline.com – Bencana banjir di Kalteng meluas lagi. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPB-PK) Kalteng, ada lima daerah yang dilanda banjir. Ketinggian air lebih dari satu meter. Akibat bencana musiman ini, banyak rumah dan fasilitas umum terendam, sehingga memaksa ribuan warga mengungsi (data lihat tabel).

Grafis Kalteng Pos

Kota Palangka Raya menjadi wilayah terparah kali ini. Ada 5.477 kepala keluarga (KK) atau 17.115 jiwa terdampka. Sebanyak 174 unit fasilitas umum dan 3.551 unit rumah terendam. Sementara Kabupaten Kapuas merupakan wilayah dengan banjir tertinggi, yakni berkisar 30-200 cm. Banjir yang merendam Desa Tanjung Taruna dan Desa Tumbang Nusa di Kecamatan Jabiren Raya, hingga Rabu (23/11) belum menunjukkan tanda-tanda akan surut. 576 kepala keluarga (KK) atau 2.060 jiwa terdampak. Dengan rincian; Desa Tanjung Taruna 236 KK atau 810 jiwa dan Desa Tumbang Nusa 340 KK atau 1.250 jiwa.

“Tercatat ada 39 KK atau 147 jiwa yang mengungsi,” sebut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pulang Pisau Osa Maliki, Rabu (23/11).

Osa mengungkapkan, air yang merendam Desa Tumbang Taruna pada Rabu (23/11) setinggi 135 sentimeter. “Fasilitas umum yang terendam yakni 1 masjid, 2 bangunan SD, 1 bangunan SMP, dan 1 pustu. Sementara waktu aktivitas belajar mengajar di SD, TK, PAUD dan SMP diliburkan,” ucapnya.

Sementara di Desa Tumbang Nusa, ketinggian air masih bertahan di bawah 70 sentimeter. “Banjir yang merendam badan jalan trans Kalimantan di Tumbang Nusa ketinggiannya 35 centimeter, panjang jalan yang terendam 65 meter, tapi sejauh ini lalu lintas tetap lancar dan  terkendali,” bebernya.

Banjir yang sebelumnya merendam wilayah Desa Pilang, Kecamatan Jabiren Raya kini telah surut. Di desa tersebut ada 339 KK atau 1.356 jiwa terdampak dan 17 rumah yang terendam.

Sementara itu, banjir yang melanda Kota Palangka Raya membuat sebagaian warga kompleks Mendawai dan Jalan Anoi mengungsi. Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin turun langsung memantau kondisi masyarakat yang terdampak, sekaligus membagikan paket bantuan sembako.

Dengan menggunakan perahu karet, Fairid melakukan pemantauan, didampingi Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Budi Santosa, Kepala Pos 1 Anoi Heru Trimono, dan tim relawan.

“Selain meninjau langsung kondisi banjir, saya bersama Bapak Kapolresta dan lurah setempat menemui warga yang masih bertahan di rumah-rumah. Kami juga membagikan 500 paket sembako. Dibagikan ke warga RT 1,2,3, dan 4 untuk mengurangi beban warga yang terdampak banjir,” ujar Fairid.

Dikatakan Fairid, banjir juga berdampak pada kesehatan warga. Taip kali terjadi banjir akan bermunculan banyak penyakit. Mulai dari gatal-gatal hingga gangguan pencernaan. Karena itu Fairid mengimbau masyarakat yang merasa kurang sehat agar segera mendatangi posko induk di Jalan Arut untuk memeriksa kondisi kesehatan.

Dari pantauan yang dilakukan, wali kota menyebut bahwa debit air mengalami sedikit penurunan. Ia berharap banjir segera surut sehingga masyarakat bisa beraktivitas kembali seperti biasa.

“Dari hasil pantauan BPBD Kota Palangka Raya beberapa hari terakhir, memang ada penurunan air sekitar 7 cm lebih, jika tidak terjadi hujan lagi di Kota Palangka Raya atau kiriman banjir dari hulu, saya yakin banjir akan segera surut,” tutupnya.

Banjir yang sering merendam beberapa wilayah, mendorong pemerintah daerah memunculkan wacana untuk melakukan relokasi permukiman. Namun wacana tersebut belum bisa direalisasikan karena keengganan masyarakat untuk direlokasi.

Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPB-PK Provinsi Kalteng Falery Tuwan mengatakan, wacana relokasi itu muncul usai pihaknya mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPRD Provinsi Kalteng beberapa waktu lalu. Ada kemungkinan permukiman yang menjadi langganan banjir dilakukan relokasi.

Wacana relokasi itu masih dalam proses pengkajian. Pemerintah masih mencari lokasi yang tepat untuk relokasi dengan melibatkan dinas-dinas terkait. Namun, rencana relokasi tersebut masih dalam bentuk wacana karena disinyalir masih banyak masyarakat yang menolak.

“Warga yang tinggal di lokasi yang jadi langganan banjir tiap tahun banjir sebaiknya direlokasi, tapi juga perlu dukungan masyarakat, kesediaan untuk pindah,” tutur Falery kepada Kalteng Pos, Selasa (22/11).

Keengganan warga cukup beralasan, karena memikirkan lokasi baru yang akan ditempati. Selain itu, biaya untuk pindah pun jadi pertimbangan. Karena itulah ada warga yang masih keberatan dengan wacana relokasi.

Abu Samah (51), mengaku sudah bermukim di kompleks Mendawai selama kurang lebih 35 tahun. Semenjak muda ia sudah tinggal di kompleks yang jadi langganan banjir itu. Ia pun jadi terbiasa menghadapi banjir. Mendengar wacana relokasi ke daerah yang aman dari banjir, wajah pria beranak dua itu penuh tanda tanya. “Lokasinya di mana dulu, sekarang ini saya nyaman tinggal di sini, karena dekat dengan pasar, enak untuk nyari barang-barang kebutuhan,” ungkapnya saat ditemui Kalteng Pos di rumahnya yang tergenang banjir setinggi mata kaki, Rabu (23/11).

Selain alasan dekat dengan pasar, keengganan meninggalkan tempat dibesarkan itu juga turut menjadi pertimbangan Abu Samah. Banyak keluarga dekatnya yang tinggal di kompleks itu.

“Kalau di sini sudah 35 tahunan lah, sejak tahun 1985-an, rasanya ingin netap di sini saja, belum ada niat untuk pindah,” ujarnya.

Kendati demikian, ia mengaku tidak keberatan jika kebijakan relokasi diterapkan. Namun ia berharap lokasi baru nanti sesuai harapannya.

“Bukan menolak, cuman kami kan harus memikirkan dulu sebelum pindah ke sana, seperti pemilihan lokasinya, apakah mudah bertemu keluarga, dekat dengan sekolah anak, dan lainnya,” tuturnya.

Sementara, Mama Adel (39) warga kompleks Flamboyan Bawah mengaku tidak keberatan soal penerapan kebijakan relokasi. Namun wanita beranak lima itu menginginkan agar lokasi yang menjadi tempat relokasi nantinya tidak jauh dari pusat kota.

“Pertimbangan kami itu lokasinya, kalau lokasinya jauh dari pusat kota, kami akan kesulitan saat ingin nyari barang kebutuhan, belum lagi anak kami sekolah di pusat kota, ketika dipindahkan di lokasi yang jauh, susah kami ngantarnya nanti,” ungkapnya kepada Kalteng Pos, kemarin.

Terpisah, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Provinsi Kalteng Erlin Hardi mengatakan, ada standar pelayanan minimal (SPM) yang digunakan untuk membantu masyarakat yang rumahnya terdampak banjir. Relokasi bisa dilakukan oleh kabupaten/kota bersama dinas terkait di daerah masing-masing.

“Tentunya perkim kota/kabupaten beserta dengan instansi terkait lingkup itu bekerja dahulu, nanti dari kami itu yang bisa kami lakukan untuk membantu korban terdampak banjir, jadi kami harus verifikasi dahulu yang mana yang sudah rusak atau seperti apa, itu yang bisa kami lakukan,” kata Erlin.

Pastinya yang lebih dahulu bergerak adalah dinas terkait di tingkat kabupaten/kota. Jika dinas terkait tingkat kabupaten/kota membutuhkan bantuan, barulah pihaknya bergerak.

“Kami minta dahulu yang punya wilayah, maka dari itu kabupaten/kota dahulu, tentunya kalau terjadi banjir itu kan kabupaten/kota, nanti kalau memang diperlukan bantuan dari provinsi, kalau dari sisi penilaian kota perlu relokasi, bisa saja minta bantuan dengan provinsi, kalau misalnya kabupaten/kota anggarannya belum maksimal,” jelasnya. (irj/dan/ena/art/ce/ala/ko)