PALANGKA RAYA-Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, menyetujui usulan penyelesaian perkara melalui proses Restorative Justice (RJ) aatau keadilan restoratif yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palangka Raya Andi M Machfud dalam keterangan tertulis yang disampaikan melalui Kasi Pidum Kejari Palangka Raya I Wayan Gedin Arianta SH, Kamis (13/4).
Wayan menjelaskan terdapat dua perkara pidana umum yang disetujui oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice.
“Dua kasus tersebut adalah pertama kasus dugaan penganiayaan dengan tersangka Desilver Trirama alias Bagong dan kedua kasus pencurian dengan tersangka Gracee Ravaell alias Ravaell,” terang Kasi Pidum Kejari Palangka Raya I Wayan Gedin Arianta SH.
Dijelaskan nya bahwa untuk kasus Bagong, tersangka dituduh telah melakukan perbuatan penganiayaan kepada korban yang merupakan kakak kandungnya sendiri yakni Agustin seniwati alias Titin.
Sedangkan untuk kasus pencurian yang dilakukan Ravaell, tersangka dituduh melakukan tindak pidana pencurian satu unit sepeda motor milik korban Veron, warga Jalan B Koetin, Kelurahan Palangka, Palangka Raya.
Sebelum dilakukan pengajuan proses RJ, terlebih dahulu dilakukan proses perdamaian antara kedua belah pihak yang terkait yakni korban dan pelaku. Dikatakan Wayan bahwa proses perdamaian ini disaksikan juga oleh para keluarga korban dan pelaku serta tokoh masyarakat.
Diterangkan Wayan bahwa dasar penghentian penuntutan kedua kasus pidana umum adalah dikarenakan telah terpenuhinya syarat umum terkait penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif sebagai mana yang tertuang didalam aturan Pasal 5 ayat 6 Peraturan Kejaksaan RI nomor 15 tahun 2020.
Adapun di dalam peraturan tersebut disebut kan bahwa penyelesaian kasus dugaan tindak pidana umum dapat dilakukan melalui mekanisme Restoratif Justice dengan catatan diantaranya bahwa tersangka diketahui baru kali pertama melakukan tindak pidana tersebut, ancaman hukuman penjara dari perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka ini tidak boleh lebih dari lima tahun, tersangka menyesali dan berjanji tidak mengulangi perbuatan tersebut, serta nilai kerugian yang diderita korban akibat tindak pidana tersebut tidak lebih dari Rp2,5 juta w “Selain itu ada telah perjanjian perdamaian antara pihak korban dengan tersangka serta korban sendiri menyatakan tidak keberatan kasus pidana tersebut tidak dilanjutkan ke persidangan,” ujar Wayan. (sja/ala/ko)