Ditanya terkait data jumlah depot air minum di Palangka Raya yang belum memenuhi standar kesehatan, Safriansyah mengaku belum mengetahui secara pasti. Namun dalam beberapa temuan saat uji sampel, air yang diproduksi oleh sejumlah depot masih mengandung cemaran mikroba penyebab penyakit, terutama bakteri e-coli.
“Bakteri e-coli itu bersumber dari air dan dipengaruhi oleh kebersihan. Bisa saja sumber airnya tidak tercemar, tetapi bakteri e-coli kan bersumber dari tinja manusia, bisa juga karena cuci tangan tidak bersih habis BAB,” bebernya seraya menyebut bakteri e-coli itulah yang sering ditemukan dalam pengujian sampel air minum isi ulang dari sejumlah depot.
Di samping menguji bakteri penyebab penyakit dan kadar logam berat, pH atau derajat keasaman atas air juga dilakukan uji laboratorium. “Kalau persyaratan air minum, pH itu harus netral, tidak asam dan tidak juga basa,” ucapnya.
Karena itu, Safriansyah mengimbau para pelaku usaha air minum di Kalteng, khususnya di Kota Palangka Raya, agar memperhatikan kualitas air isi ulang yang dijual. Sebab, air merupakan kebutuhan dasar manusia. Jika air yang dikonsumsi tidak berkualitas, maka bisa menimbulkan penyakit serius di masyarakat.
“Kualitas air menjadi syarat mutlak untuk dikonsumsi. Air yang tidak sehat menjadi penyumbang terbanyak terkait dengan kejadian penyakit akibat pangan, karena biasanya bersumber dari air yang tidak higienis,” sebutnya.