Gus Fafa, Putra Ketum PBNU yang Tunduk pada Aturan dan Ikhlas Berproses di Kaderisasi GP Ansor Kalteng

oleh
oleh
Gus Fafa saat menjadi peserta PKL foto bersama dengan Ketua PW Ansor Kalteng Arjoni

DI tengah hiruk-pikuk dunia anak muda yang kian gemerlap, sebuah kisah sederhana tapi penuh makna datang dari kegiatan Pelatihan Kepemimpinan Lanjutan (PKL) GP Ansor Kalimantan Tengah. Kisah ini tak lain adalah tentang kehadiran Gus Fafa, putra dari Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, yang turut menjadi peserta dalam proses kaderisasi lanjutan tersebut.

Meski menyandang nama besar, Gus Fafa tetap mengikuti seluruh tahapan kaderisasi dengan tertib dan rendah hati. Jauh dari kesan istimewa, keikutsertaannya dalam PKL ini justru menjadi sumber inspirasi bagi banyak kader muda NU, bahwa untuk menjadi pemimpin, setiap orang harus berani melewati proses—tak peduli siapa pun dirinya.

Sudah Lulus PKD, Lanjut ke PKL

Sebelum mengikuti PKL di Palangka Raya, Gus Fafa diketahui telah terlebih dahulu menyelesaikan Pelatihan Kepemimpinan Dasar (PKD) di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini menjadi syarat utama untuk bisa melangkah ke jenjang kaderisasi selanjutnya di tubuh GP Ansor.

Saat menyampaikan keinginan untuk ikut serta dalam PKL GP Ansor Kalteng, Gus Fafa lebih dulu menghubungi Ketua PW GP Ansor Kalteng, Arjoni, melalui jejaring sahabat-sahabatnya di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Namun, kehadiran Gus Fafa tidak langsung disambut dengan karpet merah.

“Bukan soal tidak takzim kepada putra Ketua Umum PBNU. Tetapi ini tentang menegakkan aturan. Semua kader, siapa pun dia, harus mengikuti tahapan dengan baik dan benar”.

Tidur Bersama, Makan Bersama, dan Berjuang Bersama

Selama kegiatan berlangsung, Gus Fafa benar-benar menjalani seluruh rangkaian kaderisasi tanpa keistimewaan. Ia tidur bersama peserta lain di lokasi yang sama, dalam ruangan sederhana, yang mana satu kamar di isi 4-5 orang peserta. Suasana yang sangat akrab dan bersahaja, seperti hidup di pondok pesantren pelosok, penuh nuansa ukhuwah dan kebersamaan.

Tak sedikit peserta yang mengaku terharu menyaksikan sikap Gus Fafa yang sangat rendah hati. Ia tidak hanya hadir sebagai peserta, tapi juga menjadi teladan. Kesediaannya untuk bersusah payah, meninggalkan kenyamanan, dan menanggalkan kehormatan pribadi demi sebuah proses pengkaderan, menjadi pelajaran mahal yang tidak akan pernah dilupakan oleh peserta lain.

Baca Juga:  KH. Asep Saifuddin Chalim Yakin Ponpes Amanatul Ummah Cabang Kalteng Akan Maju

Inspirasi Bagi Generasi Muda NU

Dalam tubuh GP Ansor, kaderisasi bukan sekadar agenda rutin. Ini adalah jalan sunyi untuk menyiapkan generasi muda NU yang alim, cerdas, tangguh, dan berdaya saing. Lebih dari itu, kaderisasi seperti PKL adalah bagian dari ikhtiar Ansor dalam mempersiapkan pemimpin masa depan, yang akan membawa estafet perjuangan menuju Indonesia Emas 2045.

Kehadiran Gus Fafa di tengah-tengah peserta PKL menjadi representasi nyata dari nilai-nilai itu. Seorang anak Kiai besar, yang bisa saja memilih jalan mudah, namun justru memilih untuk berproses bersama kader-kader lain dalam kesederhanaan dan kesetaraan.

“Kesederhanaan yang ditampilkan Gus Fafa adalah bentuk nyata bahwa kemuliaan itu bukan dari siapa kita, tapi bagaimana kita memperjuangkan nilai-nilai kebaikan”.

Bai’at Bersama 104 Kader, Bukti Komitmen yang Tulus

Puncak kegiatan PKL adalah bai’at kader, momen sakral yang menandai kesiapan dan kesanggupan kader untuk mengemban amanah perjuangan di tubuh Ansor dan Nahdlatul Ulama. Dalam momen ini, Gus Fafa ikut membaur dan berdiri sejajar bersama 104 peserta lainnya, mengikrarkan janji setia dengan penuh khidmat.

Sikapnya yang konsisten dari awal hingga akhir menjadi penanda bahwa kemauan untuk belajar dan tunduk pada aturan organisasi adalah salah satu ciri kader sejati.

Sebuah Teladan, Sebuah Doa

Gus Fafa telah menunjukkan bahwa kepemimpinan lahir dari proses, bukan dari garis keturunan semata. Dalam dunia yang semakin pragmatis, kisahnya adalah oase sejuk bagi mereka yang masih percaya pada nilai-nilai perjuangan, ketulusan, dan pengorbanan.

“Teruslah menginspirasi, wahai orang hebat. Dalam kesederhanaanmu, kami belajar makna perjuangan yang sesungguhnya”.

Semoga kisah ini menjadi pelecut semangat bagi para kader muda NU lainnya. Bahwa di tengah tantangan zaman, kita tetap bisa menyalakan lentera perjuangan, dengan jiwa yang bersih dan hati yang penuh keikhlasan.

Penulis: Ketua PW Ansor Kalteng Arjoni