PALANGKA RAYA-Menyikapi masih banyaknya pemilih potensial tanpa KTP-el, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kalteng langsung merespons dengan memperkuat sinergi bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), berkoordinasi dengan masingmasing lembaga penyelenggara pemilihan umum (pemilu) mengenai data pemilih.
Kepala Disdukcapil Kalteng Saiful memastikan pihaknya terus berkoordinasi dengan KPU untuk membarui data pemilih berdasarkan data yang dihimpun pihaknya.
“Kami memberikan data daftar pemilih potensial ke KPU, misalkan 40 ribuan pemilih, kira-kira menurut data awal tahun 2023, dari 40 ribuan itu bisa jadi berkurang, mungkin ada yang meninggal atau pindah domisili, tetapi tidak melapor ke dukcapil,” ungkap Saiful kepada Kalteng Pos, Selasa (4/7).
Seperti diketahui, 40 ribuan daftar pemilih potensial non- KTP yang ditetapkan KPU Kalteng beberapa waktu lalu sebagai daftar pemilih tetap (DPT) masih menggunakan data awal tahun.
Hal ini diperkirakan oleh Disdukcapil Kalteng sebagai pihak yang secara intens berkoordinasi dengan KPU Kalteng terkait pemutakhiran data penduduk, untuk membantu KPU memutakhirkan data pemilih.
Hingga Selasa (4/7) lalu, berdasarkan data Disdukcapil Kalteng, penduduk yang belum memiliki KTP-el dengan status sebagai pemilih potensial bertambah menjadi 114 ribuan.
Sementara itu, Wawan Wiraatmaja selaku anggota Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Provinsi Kalteng menjelaskan, perbedaan data dengan disdukcapil merupakan hal wajar. Hal itu termasuk dalam dinamika kependudukan.
“Biasa saja itu, namanya juga dinamika kependudukan, bisa saja disdukcapil belum update atau kami yang salah saat coklit, cisa saja orang yang bersangkutan sudah meninggal atau merupakan aparat kepolisian atau TNI, tetapi bukan berarti mereka kehilangan hak untuk memilih,” tegas Wawan saat diwawancara Kalteng Pos, Rabu (5/7).
Lebih lanjut ia menjelaskan, dari sisi hak memilih, warga negara bisa saja memiliki hak untuk menjadi pemilih, peserta, bahkan berkesempatan menjadi penyelenggara pemilu.
Sebagaimana tertera dalam Pasal 1 PKPU Nomor 7 Tahun 2022, pemilih dalam pemilu adalah warga negara Indonesia (WNI) yang sudah genap berusia 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin dan terdaftar sebagai pemilih pada DPT. Pemilih dalam pemilu memiliki hak untuk memilih saat pelaksanaan pemilu.
“Berdasarkan itu, salah satu bukti bahwa kita merupakan warga negara adalah dengan menunjukkan KTP-el di tempat pemungutan suara (TPS),” tegas Wawan.
Lantas bagaimana bagi yang tidak memiliki KTP? Apakah tidak dapat menggunakan hak pilih? Wawan menegaskan, tiap warga negara berhak memilih sejauh mampu menunjukkan bahwa bisa memenuhi syarat yang ditentukan.
“Kalau pada pemilu 2019, surat keterangan (suket) perekaman juga bisa menjadi pengganti KTP elektronik sebagai syarat mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS), artinya bisa membuktikan bahwa warga bersangkutan telah memenuhi syarat untuk memilih, contoh suket, akta, atau KK,” tutur Wawan.
Tidak memiliki KTP-eL bukan berarti tidak bisa memilih. Menurut Wawan, hal administratif tidak dapat membatasi hak warga negara untuk memilih.
“Hal administrasi tidak bisa menghalangi warga negara untuk memilih, masalah yang bersangkutan tidak memiliki KTP, itu urusan didukcapil, urusan kami adalah bagaimana warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun bisa memilih dan masuk DPT,” tegas Wawan. (ko)