kaltengonline.com – Angka perceraian di Kalimantan Tengah (Kalteng) ternyata cukup tinggi sepanjang tahun 2023 lalu. Ribuan pasangan suami istri (pasutri) terpaksa mengakhiri biduk rumah tangga melalui perceraian. Banyak faktor yang menjadi pemicu perceraian itu. Mulai dari judi, kawin paksa, hingga faktor ekonomi (lihat grafis).
Menurut data yang dibeberkan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Palangka Raya, Mustar, perceraian dengan kasus gugatan istri terhadap suami cenderung lebih banyak. Menurutnya, gugatan tersebut dilayangkan karena beberapa faktor.
“Yang mana jika dilihat dari beberapa kasus, itu disebabkan karena suami selingkuh atau lalai dengan tanggung jawab sehingga ekonomi keluarga tidak terpenuhi, yang menyebabkan pertengkaran terus-menerus terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama,” ungkap Mustar kepada Kalteng Pos, Kamis (4/1).
Berdasarkan data, jumlah cerai talak yang diurus 13 pengadilan agama se-Kalteng sebanyak 695 kasus. Sedangkan untuk jumlah cerai gugat berjumlah 2.454 kasus. Dilihat dari data tersebut, terbukti kasus perceraian karena gugatan istri terhadap suami cukup banyak.
Mustar menyebut ada beragam faktor perceraian. “Ada yang disebabkan karena perselingkuhan, lalai terhadap tanggung jawab, kekerasan dalam rumah tangga, masalah ekonomi, poligami, hingga perselisihan dan pertengkaran yang terus berkelanjutan,” tuturnya.
Perceraian yang disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus jumlahnya paling banyak, yakni sekitar 2.294 kasus. “Sementara yang disebabkan oleh meninggalkan salah satu pihak atau bisa dikategorikan lalai terhadap tanggung jawab sebanyak 476 kasus,” katanya.
Proses perceraian umumnya diselesaikan dalam jangka waktu kurang lebih sebulan. “Paling cepat itu tiga minggu. Biasanya kalau begini kasusnya mereka tidak datang saat persidangan. Justru ketidakhadiran saat sidang akan lebih mempercepat proses perceraian,” terangnya.
Dikatakannya, proses perceraian biasanya melalui beberapa tahapan. Jika selama proses sidang tersebut kedua belah pihak tidak pernah melewatkan sidang, maka proses untuk bercerai akan memakan waktu cukup lama. “Bisa sampai enam kali sidang,” lanjutnya.
Angka perceraian di Kalteng sepanjang tahun 2023 cenderung lebih rendah dibandingkan tahun 2022. Ada penurunan sekitar 11.02 persen jumlah perkara yang diterima dan penurunan sekitar 11.31 persen jumlah perkara yang diselesaikan ataupun diputus tahun 2023 dibandingkan tahun 2022.
“Penurunan kasus perceraian tahun 2023 tidak lepas dari perekonomian masyarakat yang mulai membaik pascapandemi Covid-19,” katanya.
Meski demikian, lanjut Mustar, antisipasi untuk mengurangi angka perceraian sangatlah perlu. “Perlu ada sosialisasi sebelum pernikahan, agar pasangan lebih siap sebelum memutuskan menikah. Tidak hanya mapan secara materi, tetapi juga mental,” tambahnya.
Hal itu bukan tanpa alasan. Beberapa dari mereka yang melayangkan gugatan perceraian ataupun talak umumnya masih berusia sekitar 20 tahun. Karena itu, pemahaman mengenai pernikahan harus dimatangkan sebelum memutuskan untuk membangun rumah tangga. (zia/ce/ala/ko)