kaltengonline.com – Umat Hindu di Kota Palangka Raya menggelar ritual melasti dalam rangka menyambut hari Nyepi. Umat Hindu berangkat dari Pura Pitamaha di Jalan Kinibalu dengan berjalan kaki, menuju pinggiran Sungai Kahayan di area belakang Tugu Soekarno, Jalan S Parman, Kamis (7/3).
Ritual tersebut dinamai melarung sesaji di sungai. Ritual itu tidak hanya diikuti orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Sekalipun cuaca cukup terik, tetapi mereka mengikuti ritual tersebut dengan khidmat hingga selesai.
Dikatakan Mangku Kadek Sukiada selaku pemangku Pura Penataran Agung Dalem Prajapati, rangkaian ritual menyongsong hari Nyepi terdiri atas 3 ritual, yakni melasti, mecaru, dan pengerupukan.
“Adapun yang tengah dilakukan saat ini adalah ritual melasti, yang bertujuan membersihkan atau menghanyutkan kotoran alam semesta ini. Dibuang melalui sungai seperti yang telah dilakukan tadi,” ujarnya, kemarin.
Dikatakannya, tujuan dari rangkaian ritual itu adalah untuk penyucian. Membersihkan lahir dan batin manusia maupun alam semesta, dengan cara menghanyutkan segala leteh dengan menggunakan tirta amertha. “Harapannya terjalin keharmonisan antara alam dan manusia itu sendiri,” lanjutnya.
Di tempat yang sama, Pemangku dan Ketua Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Korwil Kalteng, Pinandita I Made Suparma mengatakan, melalui ritual itu, umat Hindu memohon tirta amerta.
“Makna dari amerta adalah air suci kehidupan untuk membersihkan alam. Kemudian membersihkan pura-pura yang ada. Lalu sarana-sarana suci yang ada dalam pura juga dibawa ke sana (sungai) untuk disucikan. Dan yang ketiga, yang paling utama adalah menyucikan diri sendiri,” jelasnya.
Oleh karena itu, proses pembersihan atau penyucian itu diawali dengan persembahan sesajen, diiringi doa yang dipimpin pemangku dan diikuti seluruh umat. Kemudian dilaksanakan sembahyang bersama untuk memohon pembersihan dan penyucian lahir dan batin.
“Diri kita selalu dipengaruhi dan terkontaminasi oleh energi-energi negatif, jadi tirta suci amerta tadi yang nantinya meleburi energi-energi negatif itu,” tuturnya. Dengan datangnya hari Nyepi tahun 1946 ini, diharapkan menjadi momen instropeksi diri, agar umat Hindu tetap menjalankan kebaikan dan menjauhi hal-hal buruk.
“Dengan begitu kita bisa berpikir postif, berperilaku postif, dan berwacana yang positif. Sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis antarsesama. Kemudian bagaimana kita melaksanakan dharma agama, dharma negara, dan bakti kita kepada Yang Maha Kuasa,” ungkapnya.
Ditambahkan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Kalteng, I Wayan Suata, hari Nyepi merupakan pergantian tahun Saka. “Jadi kami di sini mengembalikan apa yang dikerjakan selama satu tahun, karena hidup kita ini selalu mendapatkan anugerah untuk mencapai hidup sejahtera dalam berumah tangga, bersaudara, bertetangga, dan lainnya supaya tetap harmonis,” tuturnya.
Lebih lanjut ia menyebut, perayaan Nyepi tahun ini mengangakat tema “Sat Cit Ananda untuk Indonesia Jaya” sesuai edaran Parisada Hindu Pusat A22 Nomor 5 PA PHDI Pusat/1/2004. “Itu bermakna kebahagiaan tertinggi yang dilaksanakan, dikerjakan oleh orang per orang yang beragama Hindu, sesuai dengan petunjuk dan ajaran agama untuk Indonesia jaya,” jelasnya.
Melasti, lanjutnya, merupakan rangkaian ritual meminta air suci datang ke danau, sungai, atau laut. Untuk sungai, simbolnya adalah Dewa Baruna yang merupakan perwujudan Dewa Wisnu. “Jadi ada kekuatan beliau yang dihadirkan, agar memberikan kekuatan kepada umat Hindu untuk mendapatkan kesejahteraan, kedamaian, dan penuh dengan doa menjelang tahun agung pada tanggal 10 nanti,” pungkasnya. (zia/ce/ala/ko)