Di Tempat Kerja dan Sarana Umum
PALANGKA RAYA – Pemerintah Kota Palangka Raya Wali Kota Palangka Raya, yang mengatur penyediaan ruang laktasi di tempat kerja dan fasilitas umum. Pj Wali Kota Dr Hera Nugrahayu mengatakan kebijakan ini diambil guna mendukung pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif sesuai amanat Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, serta mendukung efektifitas kerja pegawai perempuan yang memiliki anak usia 0 hingga 2 tahun.
Dalam surat edaran tersebut, Hera Nugrahayu menginstruksikan kepada Kepala Perangkat Daerah, pimpinan instansi vertikal, pimpinan BUMN/BUMD, serta rektor perguruan tinggi di Kota Palangka Raya untuk segera menyediakan fasilitas laktasi.
Surat edaran ini memuat ketentuan mengenai persyaratan ruang laktasi, yang di antaranya harus memiliki luas minimal 3×4 meter dan menyediakan fasilitas pendukung seperti ventilasi yang baik, pencahayaan cukup, serta wastafel dengan air mengalir. Lokasi ruang laktasi juga harus bebas dari polusi dan potensi bahaya di tempat kerja, sehingga diharapkan kenyamanan dan kesehatan ibu serta anak tetap terjaga selama aktivitas menyusui berlangsung.
“Kami mendorong semua institusi untuk mendukung hak pegawai perempuan agar dapat menyusui atau memerah ASI selama jam kerja, sehingga tidak mengganggu kinerja mereka dan tetap bisa memberikan yang terbaik bagi anaknya,” ujar Hera usai menghadiri Monev Keterbukaan Informasi Publik tahun 2024, yang berlangsung di kantor Diskominfo Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (31/10).
Selain untuk mendukung pemberian ASI eksklusif, kebijakan ini juga menjadi wujud perhatian Pemko Palangka Raya terhadap kesejahteraan pegawai perempuan. Hera menegaskan bahwa setiap ruang laktasi harus mampu mendukung kebutuhan perawatan bayi, mulai dari menyusui, memerah ASI, hingga tempat penyimpanan ASI perah. Langkah ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013, yang mewajibkan penyediaan fasilitas khusus menyusui di tempat kerja.
“Dengan adanya ruang laktasi ini, kami berharap dapat meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas pegawai perempuan tanpa mengesampingkan kebutuhan anak mereka,” tutup Hera. (ko)