Sampit, kaltengonline.com – Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Hj. Mariani, menyoroti efektivitas penggunaan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) dewan, khususnya untuk proyek pembangunan jembatan di wilayah pedesaan.
Ia menilai, keterbatasan alokasi dana membuat banyak jembatan yang dibangun hanya bersifat sementara dan belum memenuhi standar infrastruktur yang ideal.
“Ini perlu kita pikirkan bersama, terutama untuk kegiatan pembangunan jembatan yang menggunakan dana pokir. Banyak jembatan kecil yang kondisinya sudah mengkhawatirkan, sementara dana pokir tidak cukup untuk membangun jembatan yang benar-benar kokoh,” ujar Mariani, Rabu (29/10/2025).
Menurut politisi Partai Golkar ini, minimnya dana pokir menjadi hambatan utama dalam mewujudkan pembangunan jembatan yang kuat dan berdaya guna jangka panjang. Karena itu, ia mendorong agar pemerintah daerah dan DPRD meninjau ulang skala prioritas proyek yang dibiayai melalui mekanisme pokir.
“Harus ada sinkronisasi antara kebutuhan riil di lapangan dengan kemampuan keuangan daerah. Kalau dewan dipaksa melaksanakan proyek dengan dana terbatas, hasilnya pasti tidak optimal,” tegasnya.
Mariani juga menekankan pentingnya pendekatan inovatif agar keterbatasan anggaran tidak mengurangi manfaat infrastruktur bagi masyarakat.
“Kita harus mencari solusi kreatif supaya jembatan yang dibangun tetap fungsional meskipun dengan biaya efisien. Tidak harus selalu besar, yang penting manfaatnya langsung dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan, banyak jembatan kecil di wilayah pelosok masih sangat membutuhkan perhatian, karena menjadi akses utama warga untuk mobilitas dan distribusi hasil pertanian. Namun, anggota dewan juga dihadapkan pada tantangan pembagian dana pokir untuk sektor lain seperti jalan lingkungan, drainase, dan fasilitas sosial.
“Kita bisa mempertimbangkan desain jembatan sederhana yang kuat dan hemat biaya. Dengan begitu, pembangunan tetap berjalan tanpa membebani APBD,” tuturnya.
Mariani menegaskan, efisiensi penggunaan dana pokir bukan berarti mengurangi manfaat proyek, melainkan memastikan setiap rupiah anggaran memberi dampak nyata bagi masyarakat.
“Aspek manfaat adalah hal utama. Lebih baik kita bangun beberapa jembatan sederhana yang bisa digunakan masyarakat ketimbang satu proyek besar yang belum tentu tuntas,” tandasnya.
Ia juga mengingatkan agar setiap usulan program dari dana pokir selaras dengan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), agar arah pembangunan lebih terarah dan tidak tumpang tindih.(ko)







