kaltengonline.com – Dibutuhkan anggaran yang memadai dalam upaya memaksimalkan pembangunan di desa-desa yang ada di Kalimantan Tengah (Kalteng). Tahun ini, Bumi Tambun Bungai yang memiliki 1.432 desa mendapat kucuran dana triliunan rupiah yang disalurkan secara bertahap menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo mengungkapkan, ada 1.432 desa yang menerima bantuan dana desa yang bersumber dari APBN dengan total Rp1,216 triliun. Bantuan dana tersebut disalurkan secara bertahap. Tahap I sebesar 40 persen, tahap II 40 persen, dan tahap III 20 persen.
“Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa aturan yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh kita bersama, baik sebagai instansi pendamping, pembina, pengawas, khususnya kepada desa sebagai pengguna dana tersebut, terutama terkait transparansi dan akuntabilitas pengalokasian dana desa,” ucap Edy dalam sambutan saat pembukaan workshop regional evaluasi pengelolaan keuangan dan pembangunan desa di Aula Bappedalitbang Kalteng, Kamis (26/10).
Dalam upaya memaksimalkan penggunaan dana desa, Edy mengatakan, dalam pelaksanaan di lapangan ada tenaga pendamping desa yang bisa membantu perangkat desa dalam membangun desa. Di samping itu, ada juga Inspektorat yang bertugas melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana desa.
“Selain dana desa yang bersumber dari APBN, pemerintah kabupaten/kota membuat alokasi dana desa (ADD), kalau tidak salah ada 10 atau berapa persen dari APBD pemerintah kabupaten/kota, dananya besar, satu desa bisa menerima hampir dua miliar,” tambahnya.
Melalui kucuran dana tersebut, Edy berharap para perangkat desa bisa melakukan percepatan pembangunan di desa masing-masing. Oleh karena itu, terdapat sejumlah agenda yang harus diprioritaskan oleh desa dalam pembangunan, sebagaiamana yang sudah dititipkan oleh pemerintah pusat.
”Agenda pembangunan prioritas itu, beberapa di antaranya yakni penurunan stunting, pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pemulihan ekonomi desa,” jelas Edy.
Di masa pandemi Covid-19 lalu, tutur Edy, pemerintahan desa sangat berperan penting dalam upaya penanganan Covid-19. Melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KDPDTT) RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, bersinergi membentuk kebijakan untuk pemerintahan desa, yaitu Program Desa Aman Covid-19 yang terlaksana dengan baik di tingkat desa. “Langkah tersebut tidak terlepas dari kemandirian desa dalam menangani permasalahan yang terjadi di desa masing-masing,” ujarnya.
Dari pengalaman tersebut, diharapkan segenap pihak bisa bersinergi melaksanakan program pemerintah, seperti percepatan penurunan stunting dalam rangka mendukung target pemerintah, sehingga dapat melakukan penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2024 yang harus dicapai sebesar 14 persen.
“Program ketahanan pangan juga harus diperhatikan untuk mewujudkan kecukupan pangan bagi seluruh warga desa, pencapaian kemandirian pangan desa, dan memastikan desa terlepas dari kerawanan pangan,” ujarnya.
Pria yang pernah memimpin Kabupaten Pulang Pisau selama dua periode itu menambahkan, pemerintah desa juga dapat memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) melalui pemanfaatan peluang ekonomi dan berbagai potensi yang dimiliki desa.
“BUMDes mesti dimanfaatkan dengan sebaiknya. Identifikasikan potensi desa. Misalnya ada potensi pertanian, maka bisa bangun kerja sama dengan para petani untuk pengembangan unit usaha,” imbuhnya.
Edy mengakui desa-desa di Kalteng masih memerlukan banyak pembangunan, baik dari sisi infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Dari berbagai pembangunan itu, Edy meminta agar ketahanan pangan desa menjadi prioritas. Sebab, ada salah satu desa di Indonesia yang gagal menjaga ketahanan pangan desanya.
“Untuk mencegah agar fenomena itu tidak terjadi di Kalteng, desa-desa harus memperkuat ketahanan pangan melalui dana desa yang ada,” tegasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana (PPWPB) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK), Sorni Paskah Daeli menjelaskan, penggunaan dana desa secara garis besar harus ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Peningkatan kualitas hidup masyarakat desa itu dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, dan memajukan perekonomian desa.
“Selain itu juga harus dilakukan upaya untuk mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa dan memperkuat peran masyarakat desa sebagai subjek, bukan hanya sebagai objek dari pembangunan,” ujar Sorni saat memberikan materi paparan dalam agenda yang sama secara daring melalui Zoom Meeting.
Dalam mengalokasikan dana desa, pemerintah desa juga harus memprioritaskan agenda pemulihan ekonomi, penanganan kemiskinan ekstrem, serta mitigasi dan penanganan bencana alam dan nonalam. Upaya pemanfaatan dana desa tersebut secara rinci juga bisa diterapkan melalui berbagai program yang dapat meningkatkan kapasitas dan pengelolaan BUMDes, meningkatkan ketahanan pangan nabati maupun hewani, mengembangkan usaha ekonomi produktif, dan mencegah serta menurunkan angka stunting. Hal-hal itu penting diprioritaskan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
“Di samping itu, pemerintah desa juga bisa mengembangkan desa wisata, memperluas akses layanan kesehatan, meningkatkan kualitas SDM masyarakat desa, dan meningkatkan keterlibatan masyarakat desa dalam pembangunan dan pemberdayaan desa,” jelasnya.
Data per Maret 2022, ada 5.590.720 jiwa atau 2,04 persen warga Indonesia yang hidup pada garis kemiskinan ekstrem. Berdasarkan estimasi tingkat kemiskinan ekstrem, lanjut Sorni, Kalteng merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem terendah secara nasional, yakni 1,15 persen.
“Artinya masih dibutuhkan upaya-upaya untuk menghapus kemiskinan ekstrem yang sebesar 1,15 persen tersebut,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kalteng, Aryawan menambahkan, dana desa yang berjumlah Rp1,216 triliun di tahun 2023 tersebut telah mulai dikucurkan sejak tahun 2015 dari APBN. Sejak saat itu, dana desa dari APBN dikucurkan tiap tahun.
Pencairan dana desa tersebut dilakukan bertahap dengan persentase tertentu yang telah ditetapkan. Hal itu ditetapkan melalui perencanaan musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) kegiatan musyawarah tahunan yang dilakukan oleh pemerintah desa untuk menyepakati rencana kerja pemerintah desa (RKPDes).
“Dana desa itu bersumber dari APBN dan diperuntukkan bagi desa, yang ditransfer ke APBD masing-masing kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa,” tambahnya.
Ia menjelaskan, dana desa diprioritaskan untuk pembiayaan pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup masyarakat serta penanggulangan kemiskinan. “Diharapkan kepada pemerintah desa sebagai pengguna dana mewujudkan transparansi dan akuntabilitas,” tuturnya. (dan/ce/ala/ko)