Mahasiswa arsitektur sudah seharusnya menyadari pentingnya arsitektur hijau. Deforestasi yang melanda bumi dewasa ini mesti disiasati dengan bangunan yang di dalamnya mencakup pelestarian lingkungan. Konsep arsitektur hijau seyogianya meresap dalam sanubari mahasiswa arsitektur, sehingga mewujudkan bangunan ramah lingkungan di masa depan melalui bidang keilmuan yang telah dipelajari.
Berbagai rancangan arsitektur terpampang pada sisi demi sisi Aula Palangka Raya, tempat digelarnya pameran arsitektur hijau bertajuk Green On Air Fest (GOA Fest), yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Arsitektur UPR (Himarsi UPR). Minggu pagi (20/11) menjadi hari yang produktif bagi sekumpulan mahasiswa ini.
Kurang lebih sekitar 20 baliho berisi penjelasan detail dan visual model rancangan arsitektur. Rancangan-rancangan arsitektur itu ditampilkan dengan mengusung keunikan tersendiri. Ada yang merancang bangunan model futuristik. Ada juga yang tradisional. Namun semuanya bermuara pada konsep arsitektur hijau. Kumpulan rancangan itu merupakan hasil tugas akhir mahasiswa arsitektur UPR yang telah menjadi alumni.
Agenda utama dalam pameran itu adalah pengenalan konsep arsitektur hijau kepada mahasiswa arsitektur UPR khususnya dan masyarakat umum yang datang berkunjung. Dalam pameran ini digelar juga lomba menggambar doodle, fotografi, dan menggambar sketsa alam. Semuanya bertemakan arsitektur lingkungan. Juga ada lomba menari modern (dance) sebagai agenda selingan pameran.
“Itu rancangan alumni kami tahun 2016 lalu. Dia pernah menjadi ketua himpunan jurusan saat masih kuliah dulu, dia angkat arsitektur biofilik sesuai dengan tema kegiatan kami saat ini,” ucap seorang wanita berambut terurai kepada saya (penulis, red) usai memperhatikan salah satu rancangan.
Ia menyalami saya. Lalu memperkenalkan diri. Namanya Vinalia Efer. Ketua panitia kegiatan pameran. Mahasiswa program studi arsitektur UPR yang saat ini sudah menjalani perkuliahan sebanyak tujuh semester.
Dengan meyakinkan, Vinalia menjelaskan terkait pameran yang dokomandoinya ini. Dijelaskannya, pameran yang menampilkan banyak karya mahasiswa arsitektur UPR itu berbarengan dengan perayaan dies natalis jurusan arsitektur UPR. Pameran ini bertujuan memperlihatkan karya-karya yang telah dihasilkan oleh mahasiswa arsitektur UPR selama ini kepada masyarakat luas.
“Jadi kami ingin memperlihatkan kesan kepada masyarakat luas bahwa mahasiswa arsitektur itu enggak cuman menggambar doang, tapi juga mendesain,” tuturnya.
Tema yang diangkat pada pameran ini yakni Arsitektur Hijau. Wanita berusia 21 tahun itu menjelaskan, arsitektur hijau dipilih menjadi tema kegiatan pameran, karena isu arsitektur hijau di dunia tengah booming, baik di kancah nasional maupun internasional. Bukan tanpa alasan, saat ini dunia tengah berlomba-lomba mencapai pembangunan ramah lingkungan. Bidang ilmu yang sangat beririsan dengan tujuan itu adalah arsitektur, khususnya arsitektur hijau.
Jika dikupas secara mendalam soal arsitektur hijau, akan memunculkan bidang yang saat ini menjadi fokus perhatian pengembangan ilmu terkait perancangan bangunan. Bidang itu adalah biofilik. Sebuah turunan dari ilmu arsitektur hijau yang memiliki tujuan agar manusia dapat mendekatkan diri dengan alam melalui bangunan yang dirancang.
“Jadi unsur-unsur yang terdapat di dalam arsitektur biofilik itu bisa seperti air, tumbuh-tumbuhan, bebatuan, unsur-unsur alami yang mencirikan alam,” ucapnya.
Anak kedua dari lima bersaudara itu mengatakan, penerapan arsitektur hijau banyak terdapat pada bangunan berbentuk gedung. “Kalau yang sering itu lebih ke gedung, seperti penggunaan serap panel, itu kan menghemat energi, jadi itu termasuk dalam arsitektur hijau, terus soal pemanfaatan kembali air hujan, dan penanaman tanaman di sekitar bangunan,” ungkapnya.
Vinalia berharap melalui pameran ini terbentuk pemahaman yang baik dalam benak para pengunjung terkait pentingnya arsitektur hijau, khususnya bagi para mahasiswa program studi arsitektur di UPR.
“Output dari kegiatan ini nanti bisa terbentuk kesadaran teman-teman mahasiswa soal pentingnya arsitektur hijau, khususnya biofilik, nanti bisa mereka kembangkan untuk karya tulis atau tugas akhir,” tuturnya.
Pengunjung pameran sekaligus peserta lomba sketsa doodle, Zahra mengaku pameran tersebut asyik dan seru diikuti. Juga dapat menambah pemahamannya soal dunia arsitektur. Remaja 18 tahun yang akrab disapa Ara itu menyebut bahwa lewat pameran ini bisa membentuk pemahamannya mengenai arsitektur hijau, sehingga menumbuhkan niatnya untuk fokus pada ilmu arsitektur hijau. Ia juga berencana untuk membuat karya tulis dan tugas akhir yang terkait dengan arsitektur hijau.
“Seiring perkembangan zaman, yang namanya alam itu harus tetap terjaga. Kalau bisa digabungin sama bangunan, kenapa enggak, kan gitu. Bagaimana kita merancang bangunan yang menyatu dengan alam sehingga ramah lingkungan,” kata mahasiswa semester satu program studi arsitektur UPR itu.
Sementara, Firman Prasetyo selaku pengunjung yang juga merupakan mahasiswa semester satu arsitektur UPR, pameran yang menampilkan banyak rancangan arsitektur itu dapat menjadi referensi baginya dalam menyusun karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan arsitektur, khususnya arsitektur hijau.
“Bisa juga sih dijadikan referensi, karena banyak karya arsitektur yang ditampilkan di pameran ini, bisa menambah wawasan saya di bidang ini,” ucapnya. (*/ce/ala/ko)