kaltengonline.com – Sepekan terakhir, masyarakat yang bermukim di bantaran daerah aliran sungai (DAS) Barito sedang cemas. Tiap hari hidup dalam kondisi waswas. Bencana banjir yang melanda permukiman, kian hari kian meluas. Di wilayah Kabupaten Murung Raya (Mura), tercatat debit air telah mencapai 9,6 meter.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mura mencatat sebanyak 31.178 jiwa dari 6 kecamatan terdampak banjir akibat meluapnya air Sungai Barito serta anak sungai lain di wilayah kabupaten tersebut. Banjir terparah terjadi di Kecamatan Murung dan Laung Tuhup.
“Banjir yang terjadi sekarang merupakan kejadian terparah setelah banjir besar yang terjadi pada 2012 lalu,” kata Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Mura Fitrianul Fahriman di Puruk Cahu, Jumat (19/1).
“Level muka air sungai sekarang sudah menyentuh angka 9,65 meter, menyebabkan 44 desa di 6 kecamatan, ditambah Kota Puruk Cahu sendiri mengalami banjir,” tambahnya.
Tidak hanya warga yang tinggal di bantaran sungai, permukiman warga di Kota Puruk Cahu, pada beberapa titik jalan lokasi mengalami hal serupa. Seperti di Jalan Ahmad Yani daerah Dirung Bajo, Jalan Pulo Basan, Jalan Merdeka, dan Jalan Jenderal Sudirman depan Masjid Agung Al Istiqlal.
Kondisi banjir tersebut, menurut Fitrianul, disebabkan curah hujan yang turun dengan intensitas yang tinggi di wilayah hulu Sungai Barito.
“Kami sudah mengevakuasi pengungsi ke wilayah Kecamatan Murung, terutama bagi warga yang dalam kondisi sakit, ibu-ibu hamil, anak balita, serta lansia. Selain itu mendirikan posko di beberapa titik, juga rutin menyalurkan bantuan sembako maupun nasi bungkus bagi warga yang terdampak,” tuturnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Mura Hermon mengatakan, pemkab akan selalu hadir di tengah masyarakat dengan melakukan pemantauan maupun menyalurkan bantuan.
“Kami pemerintah daerah bersama dinas, badan, satuan, serta instansi terkait terus memantau titik-titik tertentu yang dinilai rawan, kemudian kita inventarisasi jenis bantuan apa saja yang layak, lalu segera mungkin disalurkan,” kata Hermon.
Ia juga berharap banjir yang melanda permukiman penduduk segera surut. Ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan dan tanggap terhadap perubahan iklim atau cuaca.
Bergeser ke Kabupaten Barito Utara (Batara), tercatat ada tujuh kecamatan yang terdampak banjir kali ini, yakni Kecamatan Lahei, Lahei Barat, Teweh Tengah, Teweh Selatan, Teweh Baru, Montalat, dan Gunung Timang. Itu disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Batara, Simamoraturahman SE MS.
“Yang pasti ada tujuh kecamatan di DAS Barito yang terdampak banjir,” katanya, kemarin. Terkait kondisi banjir di wilayah Batara, Simamora menjelaskan, berdasarkan data stasiun pemantauan ketinggian air Sungai Barito di UPT Dermaga Muara Teweh, ketinggian air saat ini mencapai 14,05 meter.
“Itu dihitung pagi tadi, artinya berada di level merah,” kata Simamora sembari menambahkan kondisi tersebut mendorong pihak Pemkab Batara menaikkan status bencana menjadi tanggap darurat banjir.
Simamora menambahkan, berdasarkan laporan posko penanganan banjir di kantor BPBD Batara, rata-rata ketinggian air sudah masuk ke dalam rumah warga di pinggiran sungai. Kepala BPBD Barito Utara itu mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai potensi banjir kiriman yang lebih besar lagi. “Kami di Barito Utara ini, suka atau tidak suka, tinggal menunggu saja lagi kiriman air dari hulu, seperti dari Joloi dan wilayah Murung Raya,” ucapnya.
Terkait penanganan terhadap warga terdampak bencana, Kepala BPBD Barito Utara itu mengatakan bahwa pihaknya telah mengambil sejumlah langkah penanganan melalui penyaluran bantuan
“Dua hari yang lalu kami sudah kirim bantuan berupa sembako ke sejumlah titik, besok (hari ini–red) kami akan menyalurkan lagi bantuan sembako ke seluruhan wilayah dan daerah terdampak banjir,” ujarnya.
Ditambahkannya, sejauh ini penyaluran bantuan tidak mengalami kendala, karena dilakukan petugas lewat jalur sungai, mengingat sebagian besar wilayah terdampak berada di bantaran Sungai Barito.
Di Kabupaten Barito Selatan (Barsel), peningkatan debit air sungai berdampak pada terendamnya permukiman warga di 5 kecamatan, dengan ketinggian air bervariasi. Berdasarkan data BPBD Barsel, ada 3 kecamatan yang terdampak dengan jumlah cukup besar, karena ketinggian air bahkan mencapai 1,5 meter.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Barsel Alip Suraya melalui Kasi Kedaruratan dan Logistik Suwono mengatakan, data yang dihimpun BPBD Barsel, debit air Sungai Barito dalam kurun waktu seminggu terakhir mengalami kenaikan hingga mengakibatkan banjir melanda sebagian wilayah Barsel dengan ketinggian air bervariasi, mulai dari 50 cm hingga 2 meter lebih. Hingga sekarang ada 2 kecamatan yang jumlah desanya paling banyak terdampak, yaitu Kecamatan Karau Kuala dan Dusun hilir.
“Data yang kami himpun, sebagian kecamatan mengalami banjir. Di Kecamatan Dusun Hilir ada 4 desa terendam, dengan ketinggian air 50 cm hingga 2 meter. Mencakup Desa Batampang, Desa Batilap, Desa Muara Puning, dan Mahajandau. Di Desa Batampang, tinggi air sudah mencapai 2,37 cm,” beber Suwono kepada Kalteng Pos, Jumat (19/1).
Banjir yang akhir-akhir ini terus menghantui Kalteng menandakan bahwa kondisi lingkungan sedang tidak baik-baik saja. Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata menyebut banjir yang terjadi sebagai bukti nyata krisis ekologis.
“Hal ini terjadi karena sudah sangat menurunya fungsi lingkungan hidup, yaitu daya dukung dan daya tampung ekosistem hutan, daerah aliran sungai (DAS), dan eksosistem gambut,” katanya pada Kalteng Pos, kemarin.
Penurunan dan rusaknya ekosistem penting seperti hutan, menurutnya, salah satu penyebab adalah makin masifnya deforestasi. “Bisa kita lihat dari data dan temuan lapangan hasil monitoring yang kami lakukan, selama tahun 2021 sampai tahun 2023 telah terjadi deforestasi di Kalteng menjadi perkebunan HTI, pertambangan batu bara, dan perkebunan sawit,” ungkapnya.
Hal itu beriringan dengan munculnya bencana banjir yang terjadi berulang kali. Kabupaten/kota yang menjadi langganan banjir mencakup Lamandau, Sukamara, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Katingan, Pulang Pisau, Kapuas, Barito Selatan, dan Barito Utara.
“Yang menarik terkait bencana banjir di Kalteng yakni wilayah yang notabenenya berada di topografi dataran tinggi menjadi daerah yang sering terjadi banjir dan makin sering terjadi,” sebutnya.
Seperti yang terjadi di Murung Raya, Barito Timur, Gunung Mas, Kapuas Hulu, Kapuas Tengah, dan Lamandau. Itu menunjukan bahwa kerusakan lingkungan (khususnya hutan) makin masif dan kritis. (dad/ena/sja/zia/ce/ala/ko)