PALANGKA RAYA-Umat Hindu di Palangka Raya menggelar pawai ogohogoh sebagai rangkaian acara perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945, Selasa (21/3). Pawai ogoh-ogoh dilaksanakan satu hari sebelum Hari Raya Nyepi dan merupakan bagian dari rangkaian ritual Bhuta Yadnya, yaitu upacara untuk menghalau kehadiran Bhuta Kala yang merupakan gambaran dari unsur-unsur negatif dalam kehidupan manusia.
Terdapat enam patung ogoh-ogoh yang diikutsertakan dalam pawai umat Hindu Palangka Raya ini. Ukuran dan bentuknya pun bervariasi. Patung-patung ini akan diarak dengan rute yang telah disediakan, dengan titik awal di Pura Pitamaha dilanjutkan ke Bundaran Besar, Jalan Tjilik Riwut, Jalan Rinjani, dan kembali ke Pura Pitamaha. Pantauan Kalteng Pos, ribuan umat Hindu memadati area pawai ogoh-ogoh, dan sekitar area tersebut, warga Kota Palangka Raya dari berbagai golongan juga turut menyaksikan kemeriahan tersebut.
Ketua PHDI Kota Palangka Raya, I Made Sadiana, menjelaskan bahwa pawai yang digelar sebagai rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi digelar setiap tahunnya. Pawai ini bertujuan untuk membersihkan diri maupun lingkungan dari unsur-unsur negatif kehidupan.
“Ini merupakan rangkaian acara perayaan Hari Raya Nyepi. Setelah acara melasti, kami menggelar pawai ogohogoh,” kata I Made Sadiana saat menyampaikan sambutannya pada Selasa (21/3).
I Made menyebut antusiasme umat Hindu dalam pawai ogoh-ogoh ini sangat tinggi. Hal ini karena pawai ogoh-ogoh sempat tidak digelar selama tiga tahun terakhir akibat pandemi Covid-19.
“Antusiasme yang tinggi menunjukkan rasa kerinduan umat Hindu di Palangka Raya untuk berkumpul dan meramaikan pawai ogoh-ogoh ini. Karena memang sempat berhenti selama tiga tahun,” jelasnya.
Ogoh-ogoh sendiri merupakan kesenian yang telah dikenal sejak ratusan tahun lalu pada zaman Dalem Balingkang dan semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia saat dijadikan lomba pada Pesta Kesenian Bali 1990. “Kata ogoh-ogoh berasal dari sebutan ogahogah dalam bahasa Bali yang memiliki arti digoyang-goyangkan. Pada pengarakan ogoh-ogoh ini, diiringi dengan musik gamelan yang dimainkan oleh umat Hindu,” ucap I Made Sadiana.
Salah satu warga bernama Rahul mengaku senang setelah melihat tradisi umat Hindu. Menurutnya, kebudayaan ini sudah lama tidak terlihat setelah adanya wabah Covid-19 yang menyerang.
“Wah ini sudah lama tidak pernah kami lihat, dan masyarakat antusiaa ini karena kita tahu sudah lama tidak melihat kebudayaan ini,” tegas Rahul.
Walaupun musik gamelan bersahutsahutan, umat Hindu juga tidak lupa menghentikan mainan musiknya setelah azan magrib berkumandang. Hal ini bentuk rasa saling menghormati terus terjaga pada perayaan kali ini.
Setelah diarak, ogoh-ogoh dibakar oleh umat hindu sebagai simbol untuk menghalau kejahatan. Hal itu memiliki arti bahwa sifat-sifat jahat di dunia dapat sirna dan manusia bisa terhindar dari kehancuran. (irj/uni/ko)